22 Agustus 2009

DIKUBUR 26 TAHUN JASAD MASIH UTUH

KH.Abdullah (paling kiri) saat menuntut ilmu di Mekkah

Jakarta - Lahan seluas lapangan bulutangkis itu kini hanya tinggal puing-puing. Dulu di lahan tersebut berdiri sebuah mushala yang diberi nama An-Najat. Di mushala itu KH. Abdullah memberikan pengajian kepada murid-muridnya, sejak tahun 1950-an.
Nama Kiai Abdullah kini ramai menjadi perbincangan di Tangerang karena jasadnya yang sudah dikubur selama 26 tahun ternyata masih utuh bahkan bau wangi. Kondisi jenazah persis sama seperti saat dikubur dulu. Hanya tubuhnya agak menyusut saja, dan rambutnya memutih.

Sepanjang hidupnya, Kiai Abdullah banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan mengajar agama. Menurut Achmad Fathi, putra Kiai Abdullah, sewaktu muda Kiai Abdullah sempat dibimbing Kiai Mursan, seorang ulama yang tinggal di kampung Blenduk, Batu Ceper, Tangerang, yang letaknya sekitar 2 kilometer dari kediamannya.
Setelah 5 tahun menuntut ilmu di Kiai Mursan, pria kelahiran 16 Desember 1919 itu kemudian diperintah KH Marsan untuk menambah ilmu di Darul Ulum, Mekkah, Arab Saudi. Di sana ia belajar selama kurang lebih 7 tahun.
Kiai Abdullah akhirnya pulang ke tanah air setelah gurunya, Syekh Yasin, asal Padang, Sumatera Barat, memintanya pulang ke Indonesia, untuk menularkan ilmunya kepada masyarakat, khususnya di wilayah Batu Ceper, Tangerang.
"Ayah saya diperintahkan pulang untuk mengajar oleh Syekh Yasin, saat perang dunia ke II (1939-1945)," jelas Achmad Fathi saat ditemui detikcom.
Sesuai perintah gurunya, Kiai Abdullah kemudian mulai memberikan pengajian di sekitar rumahnya. Sistem pengajaran yang dilakukan Kiai Abdullah bukan model pesantren melainkan berbentuk majelis.
Lokasi pengajian dilakukan di Mushala An-Najat sejak beduk Maghrib hingga jam sembilan malam. Usai pengajian, biasanya murid-murid bermalam di musala dan pulang selepas salat Subuh berjamaah.
Materi pengajian yang diajarkan Kiai Abdullah berupa ilmu Fiqih (hukum) maupun tafsir Al Quran. Adapun kitab-kitab yang diajarjakan, antara lain, Jurmiyah, Nahwu, Shorof, Fathul Qorib, Fathul Muin, maupun tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Suyiti.
Saat mengajar, sang kiai dikenal sangat tegas. Namun meski dikenal galak dalam mengajar, murid-muridnya justru semakin hari semakin bertambah. Mereka umumnya datang dari daerah Batu Ceper dan wilayah Tanggerang.
Selain mengajarkan ilmu agama, Kiai Abdullah juga mengajarkan murid-muridnya cara
bercocok tanam. Saat siang hari biasanya murid-muridnya bekerja di sawah maupun kebun pepaya milik Abdullah. "Murid-murid kalau siang hari ditugasi mengelola sawah dan kebun milik keluarga kami," jelas Achmad Fathi.
Kesolehan dan ilmu yang mumpuni yang dimiliki Kiai Abdullah lama-lama tersiar ke seantero Tangerang. Itu sebabnya, Pemda Tangerang pada tahun 1973 memintanya untuk menjadi Wakil Ketua Pengadilan Agama Tengerang.
Namun sekalipun telah bekerja di pemerintahan, sikap sederhana dan rendah hati tetap melekat dalam diri Kiai Abdullah. Setiap bekerja ia hanya menggunakan sepeda ontel.
Jarak antara rumahnya ke Pengadilan Agama Tangerang berjarak sekitar 10 kilometer.
"Kata bapak hidup sederhana dan apa adanya merupakan perintah Nabi Muhammad SAW. Karena itu selama hidup bapak tidak mau hidup secara berlebih-lebihan," jelas Abdul Zibaki, anak Kiai Abdullah Lainnya.
Selama hidup Kiai Abdullah memiliki tiga orang istri, yakni Rohani, Maswani, dan Romlah. Ia pertama menikah dengan Rohani, yang merupakan putri gurunya, KH Mursan, sekitar tahun 1945. Dari pernikahannya dengan Rohani, dikarunia dua orang anak. Namun tidak lama setelah melahirkan anak kedua, Rohani meninggal dunia.
Selang dua tahun kemudian Kiai Abdullah menikah lagi dengan Maswani, yang merupakan tetangga rumahnya. Dari Maswani, Kiai Abdullah dikaruniai 5 orang anak. Dan lagi-lagi istri keduanya ternyata pergi menghadap Sang Pencipta lebih dulu darinya. Maswani wafat tahun 1980.
Setelah kematian istri keduanya Kiai Abdullah sebenarnya tidak mau menikah lagi. Namun karena desakan anak-anaknya, ia akhirnya menikah dengan Romlah, warga tetangga Desa Juru Mudi. "Kami merasa kasian sama bapak karena tidak ada yang mengurusinya. Makanya kami mendesaknya untuk menikah lagi," tutur Mukhtar Ali, anak sulung Kiai Abdullah.
Namun dari pernikahannya dengan Romlah, Kiai Abdullah tidak dikaruniai anak hingga ia wafat pada 22 Oktober 1983. Kiai Abdullah meninggal dunia lantaran penyakit ginjal yang dideritanya. Sebelum meninggal ia sempat dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Kiai Abdullah dimakamkan di belakang mushala An-Najat berdasarkan wasiat yang disampaikannya kepada anaknya, Mukhtar sebelum meninggal. Sang kiai beralasan ingin dikubur di sana mengingat mushala itu merupakan tempat perjuangannya pertama kali di dunia dakwah.
Mushala tempatnya pertama kali mengajar seakan menjadi kenangan sendiri bagi Abdullah. Meskipun ia sebenarnya juga telah mendirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang diberi nama Islahuddiniyah, sejak tahun 1970-an. Lokasi madrasah itu persis berada di depan rumah Kiai Abdullah.
Soal utuhnya jasad Kiai Abdulah setelah dikubur selama 26 tahun dikatakan salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Said Budairy sebagai karunia Allah. Menurutnya, jenazah itu dilindungi oleh Allah.
"Kejadian seperti itu sudah sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Dan biasanya yang jasadnya seperti itu adalah orang-orang yang hafidz Alquran dan alim," jelasnya.
Ditambahkannya, untuk melihat kealiman si jenazah bisa dilihat dari perjalanan hidup
almarhum. "Dan kalau seperti yang saya dengar kiai itu sebagai orang yang ahli ilmu,
itu sudah tidak salah lagi. Berarti kiai itu dilindungi Allah di dalam kuburnya,"
imbuhnya.
Sementara Agus Hendratno, anggota Ikatan Ahli Geologi Yogyakarta mengatakan, dari teori geologi, memang bisa saja jasad manusia yang dikubur akan tetap utuh.
Penyebabnya mungkin saja di dalam tanah itu tidak terdapat hewan organik yang bisa
mengubah jasad manusia, seperti kulit dan daging menjadi tanah.
Menurut Agus, dalam peristiwa utuhnya jenazah Kiai Abdullah mungkin saja bisa disebabkan di liang lahat tidak terdapat hewan organik.
"Sebenarnya peristiwa utuhnya jenazah masuk lebih kepada urusan spiritual. Tapi kalau mau dikait-kaitkan ke dalam teori geologi, bisa saja di liang lahat itu tidak
terdapat hewan organik," urainya.
Tapi, kata Agus, bila lokasi tanah yang berair dan lembab seperti di wilayah Batu Ceper, yang dikenal dahulunya merupakan daerah rawa-rawa, teori itu terbantahkan. Dengan kata lain Agus berpendapat jika peristiwa utuhnya jenazah Kiai Abdullah sangat unik dan di luar kebiasaan.

Secara Teori Tidak Masuk Akal

oleh: Deden Gunawan - detikNews

05 Agustus 2009

MALAM NISHFU SYA'BAN BERSAMA KYAIKU

Assalamu'alaikum, para rekan yang budiman. bila nishfu sya'ban tiba, saya selalu ingat dengan perjalanan yang selalu terkenang sebagai pengalaman yang ilmiah dari sosok Kyai guru saya yaitu KH.Faqih Imam Sarang Rembang.
Entah itu kapan..., Kurang lebih tahun 1997 atau 1998 Masehi. yang pasti seingat saya bertepatan tgl 14 sya'ban. beberapa rombongan mungkin 6 atau 7 bis yang setiap kaca depan bis dilekati selembar kertas bertuliskan "Rombongan Ziarah Madrasah Ghozaliyah Sarang Rembang ...". berjalan beriringan datang dari pesisir utara yang saya tahu tujuan pertama ke makam sunan ampel.
Sebagian Lenggah didalamnya ada beberapa Masyayekh yang salah satunya adalah Almaghfurlah KH. Faqih Imam. sewaktu perjalanan akan keluar dari wilayah lamongan hari sudah petang menunjukkan maghrib tidak akan lama lagi. disela sela para penumpang menikmati perjalanan beliau memanggil saya dan ngendikan "...Mengko yen maghrib kok durung tekan suroboyo, buh tekan ngendi yen ono masjid mengko awake dewe mudun wae. bis-e rombongan ben langsung nok ngampel...". Saya masih bertanya dalam hati... ada apa ya?, mau tanya menurut saya kurang sopan, gak tanya pikir saya terus nanti kesananya [ngampel] bagaimana?. akhirnya saya diam saja, e.. jenenge santri yo pokok'e ndereke ae, ngestoaken dawuh kyai. 
Benar..., saat maghrib tiba kebetulan juga jalan macet sehingga lalu lintas berjalan 'gremet'. spontan beliau dawuh "Ayo muduk wis ono suoro adzan Maghrib", akhirnya saya nderekke beliau turun ditengah perjalanan sekitar daerah Gresik, ya cuma kami berdua yang turun. Rombongan pun terus melanjutkan perjalanan menuju surabaya. Setelah sebentar berjalan kami menemukan masjid di pinggir jalan, entah tepatnya di daerah mana saya lupa. begitu masuk masjid beliaupun dawuh lagi "Bengi iki pas nishfu sya'ban wis dadi wadzifah-ku tiap tahun saben bar maghribe nishfu sya'ban moco yasin ping telu, dadi piye piye lan yo opo kahanane aku raiso ninggalke, koyok surup iki" begitu yang beliau dawuhkan saat itu. Setelah sholat maghrib saya pun nderekke beliau membaca surat yasin tiga kali yang di ikuti do'a do'a hingga usai. E... keluar dari masjid, ono... ono ae, yen nderekke kyai iku InsyaAlloh penak tembe burine. bertemu dengan seseorang yang bilang katanya pernah di Pondok Sarang, we delalah... akhirnya kami sampai di surabaya dengan tanpa kangelan karena di antar oleh Alumni tersebut, ha ha ha.... [saya nulis/ngetik ini pas liat mbah surip ketawa di in memorium acara salah satu stasiun tv. tepat pukul 17.41 wib, 05-agustus-2009/ 14-Sya'ban-1430] berhubung hampir maghrib dan meh nisyfu sya'banan, cut dulu ah...nanti sambung lagi.

Selanjutnya...
Setelah kejadian itu dalam setahun, kapan nishfu sya'ban tiba pasti saya ingat akan perjalanan itu sekaligus sebagai pengiling untuk selalu ngiling ngiling wadhifah tersebut, yang kadang kita wegah/males nglampahi malah kadang melupakan.
Dengan harapan... semoga dengan wadhifah tersebut bisa menambah amal khoir kita, dan selalu mendapat Ridlo Alloh subhanahu wa ta'ala di beri panjang umur bi tho'atillah wa bitho'ati rasulillah, tho'at kepada yang harus kita tho'ati, diberi selamat dari poncoboyo di jauhkan dari sambikolo dan di beri rizqy yang banyak halal berkah begitu juga apa yang menjadi hajat dan maqsud kita mendapat ijabah dari Alloh Ta'ala, amin amin ya robbal 'alaamiin.
Semoga Bermanfa'at.
Wassalamu 'Alaikum

Penulis: Muhammad MiftahudDhuha 
(Pengasuh PP.AlMasyhuri Grobogan & Pendiri Syekhermania)


****************
TENTANG MALAM NISHFU SYA'BAN:
Nisfu Sya’ban adalah hari atau tanggal yang jatuh pada pertengahan bulan Sya’ban (Istilah orang jawa bulan Ruwah). dalam kalangan Islam, malam itu biasanya diisi dengan pembacaan Surat Yaasin tiga kali secara pribadi atau berjamaah. dengan niatan semoga diberi umur panjang, dijauhkan dari bala' dan ditetapkan imannya, serta diberi rizqy yang banyak, manfa'at dan barokah.

Hal ini karena diyakini pada malam tersebut Allah akan memberikan keputusan tentang nasib seseorang selama setahun ke depan. 
Adapun keutamaan malam nisfu Sya’ban diterangkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
beliau mengatakan bahwa malam Nisfu Sya’ban adalah malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). 
Menurut Imam Al-Ghazali menyampaikan pula bahwa: 
- Pada malam ke-13 bulan Sya’ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. 
- Pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. 
- Pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karena pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT. istilahnya pengumpulan buku raport dari semua manusia.
Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya’ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfiroh, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang shaleh.
Dibawah ini adalah Do'a, Amaliah & Kaifiyyah malam Nishfu Sya'ban:
Do'a ini dibaca usai Sholat Maghrib, tepatnya setelah membaca surat Yasin 3 Kali.




Adapun cara atau kaifiyahnya:
1. Setelah kita membaca surat yasin yang petama, kemudian kita membaca do'a di atas 1 kali. dengan disertai niat, semoga kita di beri panjang umur yang manfa'at bi tho'atillah.
2. Setelah kita membaca surat yasin yang kedua, kemudian kita membaca do'a di atas 1 kali lagi. dengan disertai niat, semoga kita di jauhkan dari bala' oleh Alloh SWT.
3. Setelah kita membaca surat yasin yang ketiga, kemudian kita membaca do'a di atas 1 kali lagi. dengan disertai niat, Tidak ada ketergantungan dengan orang lain dan semoga kita di beri Rizqy yang cukup manfa'at barokah oleh Alloh SWT.

Beberapa Pendapat dari Para 'Ulama' :
1.Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilaniy berkata, “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qodr.” (Kalaam Habiib ‘Alwiy bin Syahaab)
2.Berkata Imam Syafii rahimahullah : “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu: malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya’ban” (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).
3.Dikutip dari buku al-Fawaaidul Mukhtaaroh Diceritakan bahwa Ibnu Abiy as-Shoif al-Yamaniy berkata, “Sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan sholawat kepada Nabi saw, karena ayat Innallaaha wa malaaikatahuu yushalluuna ‘alan Nabiy … diturunkan pada bulan itu. (Ma Dza Fiy Sya’ban?)

Semoga kita selalu mendapat Rahmat & Hidayah dari alloh Subhanahu wa Ta'alaa, amiin.
Wallohu a'lam - Semoga Bermanfa'at.


POPULER DI BACA

Mengonfigurasi HTML/JavaScript